Sebagai
calon ibu saat dewasa kelak, remaja putri sebaiknya memiliki kualitas kesehatan
yang baik. Ibu hamil yang kurang gizi dan menderita anemia akan memiliki risiko
lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), selain itu
juga meningkatkan risiko kematian ibu. Sejak remaja, calon ibu perlu diberikan
pengetahuan gizi, agar kelak tidak melahirkan bayi dengan risiko menjadi anak
stunting (pendek). Anak yang lahir dari ibu yang saat kanak-kanak dan remaja
mengalami stunting, berpotensi menjadi anak stunting juga. Kondisi ini terjadi
karena anak yang pendek ini akan berkembang menjadi remaja yang pendek. Ia
memiliki kemampuan fisik dan masa otot yang kurang, serta berpotensi mempunyai
performa akademik yang tidak memadai.
Jika
keadaan ini berlanjut dan remaja tersebut kurang mendapatkan perawatan
kesehatan dan asupan gizi yang memadai, maka saat remaja putri menjadi ibu atau
mengalami kehamilan akan meningkatkan risiko untuk mengalami komplikasi
kehamilan dan persalinan, dan seterusnya. Kondisi tersebut akan berulang
seperti lingkaran yang tak berujung. Kondisi ini merupakan kondisi yang
berkaitan satu sama lain yang dikenal dengan istilah “gizi daur hidup”.
Hasil
Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebut, sekitar 37 persen atau kurang lebih 9 juta
anak balita di Indonesia mengalami masalah stunting. Saat ini, Indonesia
merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi
dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Kondisi ini
tidak boleh dibiarkan karena akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan, dan ketimpangan lainnya.
Anak
dengan kondisi stunting sebenarnya tidak dapat diperbaiki secara signifikan,
meski dilakukan upaya-upaya perbaikan gizi. Itulah sebabnya, pencegahan
terhadap lahirnya bayi yang berpotensi menjadi anak stunting diperlukan,
melalui pemberian edukasi dan pembiasaan gaya hidup sehat kepada peserta didik
di sekolah menengah (SMP dan SMA/ sederajat).
Pendidikan
ini dapat disampaikan melalui metode-metode pembelajaran yang relevan bagi anak
seusia mereka, baik melalui pendidikan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler,
agar tercapai kesinambungan proses pembelajaran sehingga status gizi ideal
dapat tercapai. Jika perbaikan status gizi baru dilakukan di saat dewasa, maka
hal ini sudah sangat terlambat. Status gizi ideal sangatlah diperlukan utamanya
bagi remaja putri yang saat dewasa kelak akan menjalani peran sebagai ibu.
Untuk remaja lakilaki, pentingnya menjaga status gizi ideal juga berdampak pada
status kesehatan di masa dewasa kelak.
Masalah
Kesehatan Remaja
Permasalahan
seputar gizi dan kesehatan pada remaja tidak dapat dianggap remeh, karena
dampaknya berpengaruh hingga jangka panjang. Pertumbuhan pada masa remaja
menuntut kebutuhan nutrisi yang tinggi agar tercapai potensi pertumbuhan secara
maksimal karena nutrisi dan pertumbuhan merupakan hubungan integral. Khusus
pada remaja putri, perhatian harus lebih ditekankan terhadap persiapan mereka
sebelum menikah.
Persiapan
ini penting karena remaja putri kelak akan menjadi calon ibu yang melahirkan
bayi. Kesehatan bayi selama dalam kandungan sangat dipengaruhi oleh kesehatan
ibu sejak remaja. Jika ingin melahirkan bayi sehat dan kelak menjadi generasi
penerus bangsa yang membanggakan, sejak remaja calon ibu harus membiasakan
mengonsumsi makanan bergizi untuk mencegah anemia, masalah gizi yang paling
sering dijumpai pada remaja.
Masalah
lainnya yang kerap dijumpai kaum remaja adalah obesitas. Untuk itu perlu bagi
remaja untuk aktif melakukan aktivitas fisik yang berguna untuk membakar
kelebihan kalori. Membatasi diri mengonsumsi pangan manis, asin, berlemak, juga
sangat berperan mencegah obesitas. Dengan menjaga kesehatan sejak remaja, kelak
saat menjadi ibu akan melahirkan bayi sehat dan berkualitas. Gambaran bangsa di
masa depan dapat terlihat dari kondisi remajanya saat ini. (*)
Sumber :
Media
Komunikasi dan Inspirasi Jendela Pendidikan dan Kebudayaan Edisi XVI/Oktober
2017
No comments:
Post a Comment